Usaha
Pengerajin Injuk Raih Rp.450 jt +
Ayo orang coba beritahu saudara kita di daerah, siapa tahu ini
peluang kita!
Kini usaha pengolahan injuk yang dirintisnya Pengerajin Injuk sudah mencapai omzet penjualan di atas Rp400
juta setiap bulannya,
belum termasuk injuk olahan bagi kepentingan ekspor ke beberapa
negara terutama Taiwan.
Desa Cimuncang Kecamatan Bantarujeg, Majalengka terletak di kaki
Gunung Ciremai
Daerah itu selama ini dikenal kalangan masyarakat Jawa Barat
sebagai daerah pemasok sayur-mayur karena tanahnya yang subur.
namun daerah terpencil di kaki gunung atau 40 km dari pusat Kota
Majalengka itu kini aman dan damai.
Bahkan roda perekonomian rakyat Desa Cimuncang seolah kian
bersinar
setelah seorang warga asli desa bernama Pengerajin Injuk merintis usaha pembuatan sapu berbahan baku
injuk yang diperoleh dari pohon aren.
Warga setempat pun bangga karena injuk hasil desanya juga telah
melanglang buana di pasaran ekspor seperti Taiwan dan Jepang
Disana digunakan dipasok untuk keperluan pembuatan mebel serta peralatan tempat tidur.
Sementara tak kurang dari 60.000 buah produk sapu berbahan baku
injuk setiap bulannya terus mengalir ke pasar domestik di berbagai daerah.
Malah pasokan sapu dikabarkan masih terasa kurang oleh sejumlah
grosir di Jakarta dan Surabaya yang meminta kiriman 80.000 hingga 100.000 buah
per bulan.
Pengerajin Injuk yang
kini berumur 44 tahun merupakan pelopor berdirinya usaha pengolahan injuk di
Bantarujeg dengan nama PD Jaya Indah
kini menjadi pemasok utama kebutuhan injuk domestik untuk
keperluan perajin, proyek properti, ekspor hingga aneka produk berbahan baku
tebuan.
“Sekarang saya mempunyai karyawan hingga 135 orang yang berasal
dari kampung sendiri.
Bila mereka tidak lagi mengerjakan sawah-sawahnya maka
karyawannya bisa bertambah banyak,” ujarnya.
Dengan jumlah tenaga kerja seperti sekarang, lanjut Pengerajin
Injuk , masih tergolong sedikit
sebab permintaan sapu berbahan injuk bisa melebihi 100.000 buah
per bulan,
sedangkan injuk untuk ekspor permintaannya bisa mencapai 30 ton per bulan.
sedangkan injuk untuk ekspor permintaannya bisa mencapai 30 ton per bulan.
Sementara kapasitas produksi yang dihasilkan usahanya yang
tergolong industri kecil tidak lebih dari 60.000 buah sapu injuk serta 15
ton-20 ton injuk kualitas ekspor per bulan.
Pada awalnya usaha pengolahan injuk yang dirintis sejak 1994 itu
hanya geluti tiga sampia sampai empat karyawan.
Bekal keterampilan engolahan injuk diperoleh Pengerajin Injuk semasa kerja dengan perusahaan di kota lain.
“Saya dulu hanya seroang pekerja di perusahaan injuk. Tapi
karena saya ingin maju dan injuk dari pohon aren banyak bertebaran di desa
maka saya mencoba membuka usaha sendiri dengan modal seadanya,”
kenangnya.
Usaha Pengerajin Injuk terus berkembang seiring dengan permintaan
injuk yang terus naik,
terutama injuk berkualitas ekspor bagi kepentingan proyek
properti,
seperti pengisi sepiteng, untuk sapu injuk, serta untuk kepentingan bahan dasar tempat tidur dan mebel.
seperti pengisi sepiteng, untuk sapu injuk, serta untuk kepentingan bahan dasar tempat tidur dan mebel.
\
Kini usaha pengolahan injuk yang dirintisnya Pengerajin Injuk sudah mencapai omzet penjualan di atas Rp400 juta setiap bulannya,
belum termasuk injuk olahan bagi kepentingan ekspor ke beberapa
negara terutama Taiwan.
“Usaha ini mulai berkembang cepat setelah Bank Mandiri dari
Cirebon memberikan pinjaman usaha kecil sebesar Rp100 juta
sehingga membantu dalam pengadaan kakab dari pohon aren yang
dibeli dari petani,” katanya.
Kakab atau injuk yang baru diambil dari pohon aren itu sendiri
dibeli dari petani seharga Rp5.000 per kg
kemudian diolah dengan teknik sederhana seperti proses
penyisiran rambut serta dipintal dan dijual Rp12.000-Rp17.500 per kg untuk
pasar ekspor.
Pengerajin Injuk tidak hanya mengandalkan pasokan bahan baku dari desanya tapi juga mengambil dari petani di wilayah Kabupaten Garut.
Hanya memang, menurut dia, penjualan berbagai jenis injuk
tersebut masih melalui beberapa grosir terutama yang berada di Surabaya.
Termasuk dalam proses ekspornya yang dilakukan oleh trading
house dan tidak dilakukan sendiri.
“Saya malah tidak tahu di Taiwan dan di Jepang-nya itu injuk
dipakai untuk apa.
Pokoknya saya dan para karyawan hanya perlu menyisir injuk yang
baru dibeli dari pohon aren menjadi injuk yang berukuran sama serta yang sudah
disisir,” kata Pengerajin Injuk .
Peningkatan penjualan injuk baik dalam bentuk bahan setengah
jadi atau yang sudah menjadi sapu dari tahun ke tahun terus meningkat.
Pada tahun 2000, menurut Pengerajin Injuk , nilai penjualan baru
mencapai Rp250 juta per bulan.
Baca juga : Injuk Anti Radiasi Nuklir
Baca juga : Kekuatan Injuk 100 x dari plastik
Baca juga : Kerajinan Injuk adalan pohon aren
Baca juga : Kerajinan sapu Ijuk Lengkap Dengan Pembuatanya
Namun pada tahun 2003 diperkirakan penjualannya akan lebih besar karena sudah mencapai Rp400 juta per bulan. Apalagi bila kalangan perbankan terus memberikan kreditnya.
“Karena saya itu kalau jual kan kadang menunggu cukup lama
sampai cair sementara pembelian kakab atau injuk yang baru diambil dari pohon
harus dibayar tunai
Sehingga kalau
penjualannya mau naik maka harus punya uang cukup besar,” katanya.
Menurut Kepala Kanwil VI Bank Mandiri Jawa Barat Kemal
Ranadireksa hubungan bank dengan industri kecil semacam PD Jaya Indah memang sudah
terjalin sejak industri
Namun, lanjutnya, Bank Mandiri berharap hubungan itu tidak
sebatas penyaluran kredit saja
melainkan juga pembinaan pada aspek lainnya seperti pengelolaan
keuangan perusahaan.
“Dengan begitu industri kecil tersebut benar-benar dapat
memanfaatkan dananya seoptimal mungkin,” demikian Kemal. Sumber: Bisnis
Indonesia
Usaha Pengerajin Injuk Raih Rp.450 jt +
4/
5
Oleh
Riana Ali